Santai lagi…
Silakan menikmati…
Liza Aulia – Keuneubah Endatu
Imbuhan ini hanya dapat dipasangkan dengan 14 kata istimewa berikut ini.
I. Awalan Pa-
Awalan pa- berfungsi sebagai kata bantu tanya.
Contoh:
Pa + Ban –> Paban (bagaimana)
Pa + Dit –> Padit (seberapa dikit = berapa)
Pa + Dum –> Padum (seberapa banyak = berapa)
Pa + Ho –> —
Pa + Jan –> Pajan (kapan)
Pa + Kön –> Pakön (kenapa)
Pa + Kri –> Pakri (bagaimana)
Pa + Nè –> Panè (dari mana)
Pa + ‘Oh –> Pa‘oh (sejauh mana)
Pa + Pat –> —
Pa + Peuë –> —
Pa + Ri –> —
Pa + Soë –> —
Pa + Töh –> —
Penduduk asli Aceh adalah suku Bante. Dalam buku Aceh Sepanjang Abad yang ditulis oleh Mohammad Said disebutkan bahwa suku ini serumpun dengan penduduk asli semenanjung Malaysia yaitu Orang Asli. Bahasa Orang Asli termasuk dalam kelompok bahasa Mon-Khmer yaitu salah satu cabang dari rumpun bahasa Austro-Asia. Termasuk juga dalam bahasa Mon-Khmer adalah bahasa penduduk Kepulauan Nikobar di utara Pulau Weh yang kini bagian dari negara India. Namun demikian bahasa Aceh tidak termasuk dalam kelompok bahasa Mon-Khmer, tetapi termasuk dalam kelompok bahasa Aceh-Cam yang merupakan bagian dari rumpun bahasa Austronesia.
Ada hal yang menarik dari hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti asing yaitu Paul Sidwell. Ia menemukan bahwa ada banyak kata-kata dalam bahasa Aceh yang seakar dengan kata-kata bahasa Mon-Khmer tetapi kata-kata ini tidak dijumpai dalam kelompok bahasa Cam. Nah, yang menjadi pertanyaan, dari manakah kata-kata ini berasal???
Berikut adalah sekian banyak kata-kata yang sebenarnya bukan bahasa Aceh tetapi sudah merasuki bahasa Aceh cukup dalam. Apabila tidak segera diantisipasi, maka nasib kata-kata asli bahasa Aceh akan punah.
Daripada Nibak
Seuréng Kayém
Belajar Meurunoë
Rajin Jeumot
Lurus Teupat
Belok Wét
Senin Seunanyan
Begadang Meujaga
Sama seperti pada bahasa Melayu, bahasa Aceh asli tidak mengenal kata salat. Yang dipakai adalah kata seumayang (sembahyang). Namun seiring dengan upaya-upaya pemurnian ajaran Islam, kini kata salat mulai dibangkitkan. Jadi, terserah pada Anda untuk menggunakan yang mana.
Jéh, ka jibang.
Sudah azan tu.
Hay, ka suboh.
Oi, sudah subuh.
Dalè ka’éh! Le teungeut ngon jaga!
Asik tidur kau! Banyak tidur daripada bangun!
Bôh jak taseumayang/tasalat lèë*.
Yuk kita shalat dulu.
Tajak u meuseujid jak.
Ke mesjid yuk.
Dalam percakapan sebelumnya, percakapan terjadi antara sesama orang Aceh. Berikut adalah percakapan antara orang Aceh dengan orang dari luar Aceh.
Assalaamu ’alaykum.
Wa ‘alaykum salaam.
Nan droëneuh soë?
Nama Anda siapa?
Nan lôn Agam. Nan droëneuh?
Nama saya Agam. Nama Anda?
Nan lôn Ahmad.
Nama saya Ahmad.
Pat neuduëk?
Di mana Anda tinggal?
Apabila kita abaikan bentuk-bentuk imbuhan kata ganti yang telah kita bahas sebelumnya, maka jumlah imbuhan dalam bahasa Aceh lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan jumlah imbuhan yang ada dalam bahasa Indonesia. Juga imbuhan dalam bahasa Indonesia lebih rumit dibandingkan dengan imbuhan dalam bahasa Aceh.
Bila dalam bahasa Indonesia dijumpai bentuk imbuhan yang menyatakan pelaku (awalan pe-) atau dalam bahasa Arab disebut faa‘il, maka dalam bahasa Aceh tidak dikenal imbuhan untuk menyatakannya. Juga tidak dijumpai bentuk imbuhan yang sepadan dengan imbuhan pe- -an, per- -an dan ke- an. Demikian pula halnya dengan akhiran, tidak dijumpai dalam bahasa Aceh.
Sehingga permasalahan utama dalam penerjemahan bahasa Indonesia ke dalam bahasa Aceh adalah bagaimana cara menerjemahkan ketiga gabungan imbuhan di atas, yaitu pe- -an, per- -an dan ke- -an. Misalkan bagaimana menerjemahkan kata penyatuan, persatuan dan kesatuan.
Untuk permasalahan ini, akan kita bahas dalam tulisan tersendiri.
AWALAN
I. Awalan Meu-
Awalan meu- memiliki makna yang hampir sama dengan awalan ber- seperti dalam bahasa Indonesia. Awalan meu- berubah menjadi mu- apabila berjumpa dengan kata berawalan huruf /b/, /m/, /p/ dan /w/. Perubahan ini tidak terdapat pada semua dialek. Beberapa dialek tetap mempertahankan bentuk aslinya.
Sambil menunggu tulisan saya selanjutnya, silakan nikmati film Aceh berikut ini:
AMBUSH